Radikalisme harus dikikis dengan Pancasila
“Kita tetap meyakini bahwa belum ada common platform ideologis lain yang berterima dan viable bagi Indonesia kecuali Pancasila." - Bambang Budi Santoso
Anggota Komisi VIII DPR RI Bambang Budi Santoso menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai Pancasila untuk mengatasi radikalisme di institusi pendidikan.
“Yang terpapar radikalisme tidak hanya kampus, tapi juga sekolah. Bahkan, di TK sudah diajarkan intoleransi. Fakta ini harus dicermati oleh pemerintah, baik melalui Kemenristekdikti maupun Kemendikbud,” katanya kepada Rimanews di Jakarta, Selasa (17/07/2018).
Sebagai modal sosial yang berharga, Bambang menilai Pancasila sudah terbukti ampuh sebagai acuan dalam hubungan antarkelompok sosial, termasuk kelompok-kelompok agama.
“Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tidak perlu lagi melakukan penawaran untuk menerima Pancasila. Tidak perlu menunggu instruksi dari institusi pemerintahan untuk mengimplementasikan nilainya, tetapi setiap masyarakat juga harus proaktif melakukannya, terutama lewat jalur pendidikan,” ujarnya.
Sebuah masyarakat majemuk seperti Indonesia, lanjut Bambang, dinamika sosialnya dapat berkembang menjadi energi sosial yang konstruktif. Akan tetapi, di saat yang sama, jika tidak tersalurkan dan dikelola dengan benar, energi tersebut dapat mengakibatkan perpecahan, bahkan perang saudara.
“Nilai persatuan yang ada pada Pancasila selama ini mampu memelihara kekuatan tersebut, sehingga tidak hanya bermanfaat untuk menggapai tujuan dan cita-cita kolektif, tetapi juga ampuh membendung setiap upaya yang dapat mengurai kohesivitas dan keutuhan kita,” jelasnya.
Sebaliknya, radikalisme yang dikembangkan kelompok intoleran justru fokus pada mengedepankan perbedaan yang partikular dalam setiap sendi kehidupan untuk kemudian berkembang menjadi terorisme.
“Sayangnya, sekelompok orang yang kurang mempunyai kesadaran akan luhurnya warisan nenek moyang kita tersebut mencoba-coba pemahaman baru yang datang dari luar. Di daerah asalnya ideologi itu mungkin cocok, tapi di sini justru membuat panas suasana,” jelasnya.
“Di dalam Pancasila terkandung konsepsi mengenai kehidupan yang dicita-citakan, dasar pikiran, dan gagasan untuk mewujudkan kehidupan yang baik, yang sesuai dengan kebutuhan bangsa dan negara. Sebagaimana kita yang tahu selera dan kebutuhan sendiri, bangsa kita juga tahu apa yang layak dan sesuai bagi dirinya. Suatu model yang cocok untuk suatu bangsa, belum tentu cocok bagi bangsa yang lain. Tugas kita untuk mengingatkan sekaligus menyadarkan mereka,” sambungnya.
Bambang mengatakan tugas tersebut paling fungsional dilakukan oleh keluarga dan secara formal oleh lembaga pendidikan.
“Kita tetap meyakini bahwa belum ada common platform ideologis lain yang berterima dan viable bagi Indonesia kecuali Pancasila. Namun, kemungkinan bangkitnya ideologi-ideologi lain, terutama yang berbasis keagamaan, juga harus menjadi perhatian. Karena beberapa alasan, segelintir orang berfikir hendak mengganti Pancasila; tetapi ingat bahwa sekali ini terjadi, kita tidak akan lagi menempati negara yang bernama Indonesia secara utuh,” pungkasnya.
Selanjutnya, politisi PAN ini menyarankan pemerintah untuk mencari formulasi yang tepat, baik terkait kurikulum dan metode pengajaran, guna menyampaikan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut kepada peserta didik.